ada suatu pesta perpisahan yang diadakan untuk Pak Agus, Direktur Keuangan yang segera memasuki masa pensiun dari perusahaan tersebut, diadakan sebuah sesi acara penyampaian pesan, kesan, dan kritikan dari anak buahnya.
Karena waktu yang terbatas, kesempatan tersebut dipersilahkan dinyatakan dalam bentuk tulisan. Diantara pujian dan kesan yang diberikan, dipilih dan dibingkai untuk diabadikan kemudian dibacakan di acara tersebut, yakni sebuah catatan dengan gaya tulisan coretan dari seorang office boy yang telah bekerja cukup lama di perusahaan itu.
Dia menulis semuanya dengan huruf kapital sebagai berikut, “Yang terhormat Pak Direktur. Terima kasih karena Bapak telah mengucapkan kata “tolong”, setiap kali Bapak memberi tugas yang sebenarnya adalah tanggung jawab saya. Terima kasih Pak Direktur karena Bapak telah mengucapkan “maaf”, saat Bapak menegur, mengingatkan dan berusaha memberitahu setiap kesalahan yang telah diperbuat karena Bapak ingin saya merubahnya menjadi kebaikan.
Terima kasih Pak Direktur karena Bapak selalu mengucapkan “terima kasih” kepada saya atas hal-hal kecil yang telah saya kerjakan untuk Bapak. Terima kasih Pak Direktur atas semua penghargaan kepada orang kecil seperti saya sehingga saya bisa tetap bekerja dengan sebaik-baiknya, dengan kepala tegak, tanpa merasa direndahkan dan dikecilkan. Dan sampai kapan pun bapak adalah Pak Direktur buat saya. Terima kasih sekali lagi. Semoga Tuhan meridhoi jalan dimanapun Pak Direktur berada. Amin.”
Setelah sejenak keheningan menyelimuti ruangan itu, serentak tepuk tangan menggema memenuhi ruangan. Diam-diam Pak Agus mengusap genangan airmata di sudut mata tuanya, terharu mendengar ungkapan hati seorang office boy yang selama ini dengan setia melayani kebutuhan seluruh isi kantor.
Pak Agus tidak pernah menyangka sama sekali bahwa sikap dan ucapan yang selama ini dilakukan, yang menurutnya begitu sederhana dan biasa-biasa saja, ternyata mampu memberi arti bagi orang kecil seperti si office boy tersebut. Terpilihnya tulisan itu untuk diabadikan, karena seluruh isi kantor itu setuju dan sepakat bahwa keteladanan dan kepemimpinan Pak Agus akan mereka teruskan sebagai budaya di perusahaan itu.
Teman, Tiga kata sakti “terima kasih, maaf, dan tolong” adalah kalimat pendek yang sangat sederhana tetapi mempunyai dampak yang positif. Namun terkadang kata-kata itu sangat sulit kita ucapkan. Sebenarnya secara tidak langsung tiga kata sakti tersebut menunjukkan keberadabandan kebesaran jiwa sosok manusia yang mengucapkannya. Apalagi diucapkan oleh seorang pemimpin kepada bawahannya.
Pemimpin bukan sekedar memerintah dan mengawasi, tetapi lebih pada sikap keteladanan lewat cara berpikir, ucapan, dan tindakan yang mampu membimbing, membina, dan mengembangkan yang dipimpinnya sehingga tercipta sinergi dalam mencapai tujuan bersama.
Juga kepada siapapun kita perlu membiasakan diri mengucapkan tiga kata sakti : terima kasih, maaf, dan tolong dimana pun, kapan pun, dan dengan siapa pun kita berhubungan. Dengan mampu menghargai orang lain berarti kita telah menghargai diri kita sendiri.