Iqro’: Bacalah, demikian setiap insan diperintahkan. Pertanyaannya: membaca yang seperti apa? Rasanya bukan sekedar perintah membaca seperti membaca biasa, bukan?
Banyak sekali kenalan yang saya temui memberi komentar, masukan dan usul tentang tulisan saya. Ternyata banyak juga yang ‘membaca’ tulisan saya. Saya garis bawahi ‘membaca’ yang benar-benar ‘membaca’, karena ternyata kritik, masukan dan usulan berdatangan. Artinya membaca di sini diwarnai dengan daya pikir yang total, mengingat, menganalisa dan bahkan membayangkan implementasinyadi kehidupan sehari hari. Dari diskusi dengan para pembaca setia ini, hampir selalu timbul ide-ide untuk melahirkan materi tulisan baru yang menarik.
Dari pengalaman saya, sering sekali saya temui situasi di mana banyak komunikasi di perusahaan tidak lancar dan pengambilan keputusan juga tidak ‘all out’. Penyebabnya bukan karena laporan tidak dibuat, tetapi justru karena orang yang sebenarnya harus membaca secara seksama tidak membaca secara intensif. Berarti memang dalam kehidupan bekerja ada orang yang biasa membaca dan ada orang tidak biasa membaca. Tambahan lagi, bila kita perluas masalahnya, esensinya bukan sekedar membaca tulisan atau laporan saja, tetapi juga membaca situasi, keadaan, juga pasar. Kita pun tidak lepas dari keharusan membaca cuaca, signal, body language, dan emosi dalam interaksi dengan setiap orang yang kita temui.
Makna ‘iqro’ sangatlah mendalam. Dikemukakan bahwa membaca bukan sekedar mengambil bunyi dan arti harafiahnya tetapi juga membaca konteks, dampak, hubungan sebab akibat, serta gagasan yang terkandung di dalamnya. ‘Iqro’ berisi perintah untuk ‘membaca alam semesta termasuk juga diri kita sendiri’. “Bukankah semua di alam semesta ini adalah ‘kitab’ yang perlu kita baca?”.
Nah, tujuan membaca adalah untuk memahami isinya. Untuk memahami isi, kita harus mengerti gagasan (topik) dasar apa yang kita baca, sistematika penulisannya dan pesan yang dikirimkan. Jelas bukan bacaan saja yang penting, namun cara bacanya itulah yang menjadi kunci kesuksesan.
Sikap Intelek dalam Membaca
Teman saya adalah contoh orang yang ingin disebut sebagai maniak bacaan. Setiap mengunjungi toko buku, ia tidak ragu mengeluarkan berjuta-juta rupiah untuk membeli buku. Di samping bertanya-tanya kapan dia bisa melalap buku yang sekian banyaknya, saya pun terkadang heran dengan sikapnya. Ternyata, jarang sekali teman saya ini bisa menceriterakan kembali apa isi buku tertentu dengan runtut. Yang sering terdengar hanyalah komentarnya mengenai buku ini dan buku itu. Jadi sebenarnya saya tidak mengerti apa yang diserapnya dari buku-buku tersebut.
Harapan seseorang untuk menjadi orang ‘intelek’ memang sangat berkaitan dengan bacaan. Ada yang mengatakan ‘you are what you read’. Namun, bagaimana membacanya pun sangat menetukan kadar intelektualitas Anda. Ada orang yang membaca sambil berimajinasi, ada yang menggarisbawahi yang penting-penting, ada yang mengambil intisari, dan ada pula yang menyimpan beberapa detil. Seorang yang intelek perlu mampu membaca buku dan ‘konteks’ yang mengelilinginya. Terhadap sebuah tulisan kita perlu ‘hadir’, menyerap, menyimpulkan, mengulang, dan memperjelas.
Bacalah dengan Seksama
Karena kita toh sudah meluangkan waktu untuk membaca, alangkah sayangnya kalau kita tidak siap untuk menerima informasi, baik atau buruk kenyataannya. Untuk itu, dalam membaca orang perlu juga mempersiapkan ‘mind set’ untuk mencari dan berusaha berorientasi. Untuk itu, kita perlu mengorganisasikan dan mengosongkan pikiran, bahkan siap menyusun informasi yang masuk dan menatanya di dalam memori.
Bertanya sebelum Membaca
Bila dipikir-pikir lagi, rasa ingin tahu yang dipunyai setiap orang bisa dipenuhi dengan mengajukan pertanyaan. Jadi, bila kita membaca, dengan kesiapan mental untuk bertanya, misalnya: ”Apa sih yang ingin dikatakan penulis ini?”, atau “Kenapa sih tokoh dalam ceritera ini berkarakter aneh?”, maka pertanyaan-pertanyaan ini akan menggiring kita untuk konsentrasi mencari jawaban dalam tulisan yang tengah kita baca. Ini akan membuat membaca lebih asik, bahkan menyebabkan kita bisa ‘masuk’ dalam situasi dan alam pikiran penulis. Dengan demikian pemahaman yang kita peroleh akan lebih dalam.
Begitu banyak bacaan di lingkungan kerja kita, mulai dari informasi di papan media kantor, surat edaran direksi, laporan anak buah yang tidak mengatur font dan alinea, laporan yang lebih mirip cerpen ketimbang laporan, dan banyak lagi. Bayangkan bila kita tidak mempunyai kesiapan mental untuk benar-benar MEMBACA, betapa banyak fenomena yang lolos dari pengamatan kita?
Hakikat ” membaca “
6:48 PM
Unknown