Orang berpakaian gembel, celana jeans berlubang dilutut, rompi sobek, rambut punk, muka lebam pekat karena panas matahari, membawa gitar dan mengamen di perempatan jalan. Mahasiswa yang tiap hari kuliah dengan modal 7D di kelas, Datang Duduk Diam Didepan Dosen sampai Dower karena Dlewewer. Tak peduli kuliah sampai mana, tugas nurun dari teman, quiz bikin contekan dan sampai laporan praktikum ngelobi koordinator. Atau bujangan yang tidur malam, bangun siang. Siang untuk tidur, bangun makan, main keliling Rt, pulang tengah malam, kalau ada hal yang "penting" pulang pagi.
Jorok, Jelek, Najis, atau Amit - amit. Banyak hal yang kita ucapkan untuk menolak diri kita agar tidak seperti itu. Tapi apa salahnya hidup mereka. Mereka bebas mengekspresikan hidup mereka sendiri. Atau kita ingin seperti...
Lahir dari orang kaya, makan, minum pakaian, mobil , motor, handphone, jabatan, semua turun temurun dari orang tua. Pacar segudang, tiap malam kediskotik, pagi bilyaran, hari libur touring bikin anak diluar kota. Pagi belajar, siang membantu orang tua, sore belajar dirumah, malam tidur, pagi seperti itu lagi sampai malam, kerja jadi pegawai negeri sipil, tua punya cucu duduk di kursi sandar bergoyang. Atau tiap hari berkutat di laboratorium menemukan hal hal yang baru menurut imajinasinya, sampai mengeluarkan seluruh daya upaya untuk menemukan 999 percobaan dan semuanya itu gagal. kemudian percobaaan yang kesekian kalinya menemukan lampu.
Gw banget, semoga, amiiin,,, adalah sederet kata kata yang diinginkan kita, bahkan orang tua kita pun menginginkan hal yang sama.
Hidup, itulah hidup. Bersambung dari posting kemarin tentang Ambiguitas Hidup yang berbicara tentang makna hidup yang dobel dan Sarjana Seumur Hidup yang mencoba mempelajari tiap peristiwa (belajar) selama kita masih hidup. Kali ini, kita akan sedikit melirik cerita orang yang terdapat dalam paragraf pertama. Berontak pada kotak kehidupan nya sendiri. Itulah kata yang tepat untuk mengekspresikan hidup mereka. Mereka memang bodoh, malas, tidak hormat pada orang tua, bandel bahkan nakal. Menurut penulis kita tidak bisa menafikan bahwa mereka itu ada dan akan terus ada. Karena itu kita diharapkan untuk memperoleh sedikit pelajaran tentang adanya atau pola hidup mereka. Segalanya yang ada dalam orang tersebut memang jelek kecuali satu hal. Bahwa mereka berani mengungkapkan apa yang dia inginkan, apa yang ada dipikirannya dan mereka bisa mengekespresikan segala hal yang ada di pikirannya. Berkumpul dan ngobrol dengan segerombolan orang pemabuk, terkadang lebih banyak pelajaran yang diperoleh daripada berkumpul dengan sekumpulan orang - orang pintar dalam rapat. Orang - orang pintar terkadang egois mengemukakan pendapat mereka. Berbeda dengan orang mabuk yang jujur berkata tentang sesuatu hal yang dialami. Bukankah demikian?
Suatu yang jelek dari luar belum tentu tidak bermanfaat bagi kita. Bukankah kita disuruh untuk membaca. Bacalah segala sesuatu pun yang ada disekitar hidup kita. Dan Hal yang jelek belum tentu tidak berguna layaknya koran harian yang menampilkan berita basi. Bukankah kita diajarkan untuk membaca hal yang tersirat dalam tiap huruf (eksplisit) dan yang tidak tersirat dalam huruf atau termakna (implisit). Sudahkah kita???