Seorang teman baik saya sempat mencurahkan isi hatinya kepada saya, sangat mengharukan, sarat dengan kedamaian, ia mengatakan, “Inilah yang selama ini terus menerus saya katakan pada diri saya sendiri, sebelum mendapatkan sesuatu kita harus terlebih dahulu memberikan sesuatu.
Dulunya saya selalu berpikir bahwa memperoleh sesuatu selalu kita dapatkan dengan adanya pemberian dari orang lain, kini saya baru menyadari bahwa kenyataannya tidak demikian halnya. Menerima berasal dari hati nurani saya yang bersedia memberikan sesuatu, dan pada saat itulah, pada saat saya memberikan sesuatu, saya telah memperoleh kebahagiaan karena saya telah mampu memberikan.”
Meskipun saya belum lama mengenal teman baik ini, namun dari pembicaraannya, saya dapat merasakan kebaikan dan kebijaksanaan dari gadis ini. Dalam masyarakat kita sekarang ini, sebagian besar orang berseteru dan bertentangan dengan orang lain, menyakiti dan merugikan orang lain, hanya untuk memperebutkan secuil keuntungan pribadi dan memperoleh sesuatu, dan sama sekali tidak memikirkan untuk memberikan sesuatu bagi orang lain.
Teman baik saya ini adalah seorang gadis yang baru saja menerjunkan dirinya ke dalam masyarakat, dalam usianya yang masih relatif muda ia telah memahami prinsip memberi dalam filosofi hidup ini, ibarat sebuah mata air jernih di tengah lumpur yang keruh, tidak heran kalau saya sendiri sering memujinya sebagai seorang gadis yang bermoral tinggi.
Ada sebuah kisah. Seorang petani jagung, yang setiap tahun benih jagung yang dihasilkannya selalu mendapat juara satu dalam perlombaan hasil tani di daerahnya, namun dia selalu membagi – bagikan benih jagung unggul miliknya tersebut kepada semua teman dan tetangga sekitarnya yang juga petani jagung. Ada orang yang penasaran dan bertanya pada petani yang murah hati ini, “Mengapa anda demikian murah hati membagikan benih jagung unggulan anda ini kepada semua orang?”
Sang petani baik ini menjawab, “Saya berbuat baik pada orang lain, sesungguhnya juga telah berbuat baik pada diri saya sendiri. Angin yang bertiup menerbangkan serbuk bunga kemana – mana. Jika para tetangga dan teman – teman saya menanam jagung yang berkualitas rendah, sedikit banyak serbuk bunga dari mereka yang diterbangkan angin akan mempengaruhi kualitas buah pada tanaman jagung saya juga. Oleh karena itu, saya sangat rela memberikan benih – benih jagung ini kepada mereka agar mereka juga dapat menanam jagung hasil dari benih yang unggul yang sama dengan saya.”
Memang benar demikian, pada saat kita tidak kikir dengan membagikan sesuatu yang kita senangi atau kita sukai kepada orang lain, kebahagiaan yang kita rasakan ketika itu adalah peroleh yang terbesar. Karena pemberian yang tidak egois, relatif akan membuat hati seseorang merasa bahagia, segala sesuatu yang terdapat pada dimensi lain dalam batasan ruang lingkup diri kita akan ikut merasakan kedamaian dan ketenteraman itu, dan balasan yang akan kita peroleh nantinya sangat baik.
Peribahasa kuno mengatakan, “Apa yang hendak dipanen, benih itulah yang harus kita tanam.”
“Orang yang mencintai orang lain, akan senantiasa dicintai, dan orang yang menghormati orang lain, akan senantiasa dihormati.”
Kebahagiaan dari menerima sesuatu berawal dari terlebih dahulu memberikan sesuatu pada orang lain, dan di saat kita mengorbankan sesuatu bagi orang lain, kebajikan dalam hati kita sudah lebih dari cukup untuk mendatangkan kebahagiaan dalam diri kita sendiri. (Chen Chen/ET/lin)*