Seorang teman bercerita, betapa frustrasinya ia
menumpas tuberkulosis (TB) paru-paru. Digempur
pakai obat-obatan medis, si penyakit tetap saja
eksis. Ia juga panik, karena katanya, bakteri TB bisa kebal terhadap gempuran
obat yang diracik apotik. Untunglah, saat nyaris frustrasi, ia
"menemukan" pegagan dan kawan-kawan.
Menjalani "takdir" sebagai penderita
TB paru-paru memang tak gampang. Jika tidak ulet, alih-alih sembuh, pasien bisa
mati bosan. Maklum, proses penyembuhan TB, selain cukup sulit, juga makan waktu
lama, berkisar 3 - 6 bulan. Itu pun dengan catatan, pasien berdisiplin minum
obat dan rajin memeriksakan diri ke dokter.
Lamanya pengobatan itulah - apalagi jika
disertai kendala biaya - yang kerap menyebabkan pasien frustrasi. Ya frustrasi
minum obat, ya bosan menanggung derita. Padahal, disiplin minum obat menjadi
faktor penentu dalam proses penyembuhan. Pengobatan yang tidak tuntas dapat
menyebabkan bakteri TB resisten terhadap beragam obat konvensional, termasuk
obat kombinasi.
Dengan kata lain, pasien TB sebenarnya dilarang
keras menoleransi kata bosan, apalagi sampai putus asa. Itu sebabnya, buat
teman tadi, perjumpaan dengan pegagan dan kawan sejawatnya menjadi sangat
berarti. Paling tidak, ia merasa tak "sendiri" lagi menghadapi
tuberkulosis. Ketika banyak sanak saudara dan handai taulan menjauh lantaran
takut tertular, pegagan dan kawan-kawan menjadi teman paling setia.
Yang paling penting, harga mereka murah dan tak
membuat kantung cekak jika dikonsumsi dalam kurun waktu lama.
Mematikan dan bikin bosan
------------------------------------
Tuberkulosis pertama kali diketahui keberadaannya
tahun 1882 oleh ahli bakteri Jerman, Robert Koch. TB tergolong penyakit menahun
nan mematikan.
Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (KRT,
1995), sebagai penyebab kematian secara umum, TB menduduki peringkat ketiga
setelah penyakit kardiovaskuler dan infeksi saluran napas. Namun, khusus di
kelas penyakit infeksi, ia ada di posisi nomor satu.
TB umumnya dipicu oleh perumahan yang kurang
sehat, terutama di tempat yang memiliki tingkat hunian sangat padat. Bisa juga
lantaran makanan yang disantap kurang bergizi, serta kurangnya kesadaran dalam
menjaga kebersihan lingkungan. TB ditandai oleh hadirnya bakteri tahan asam
bernama mikobakteria tuberkulosis yang memiliki sifat rada beda dari kuman lain
pada paru-paru.
Sifat-sifat berbeda itu di antaranya cepat mati
bila terkena sinar Matahari, cepat mati jika berada dalam air mendidih, dan
akan mati setelah 24 jam terkena cairan karbol 5%. Namun sebaliknya, basil
tuberkulosis dapat hidup berminggu-minggu dalam ludah, di tempat yang sejuk,
dan berbulan-bulan di tempat yang gelap. Ia juga dapat dengan mudah menular
lewat hidung atau mulut.
Penderita TB paru-paru, seperti yang terjadi
pada teman tadi, merasa badannya lemah dan nafsu makan berkurang. Timbul batuk
yang kadang disertai darah (awalnya cuma sedikit), muka pucat dan berat badan
terus berkurang, serta suhu badan naik terutama pada petang dan malam hari.
Selain itu, pada malam hari penderita sering mengeluarkan keringat, kadang
suaranya berubah menjadi parau atau serak.
Dengan suara parau, teman tadi terus bercerita,
termasuk pertemuannya dengan seorang kawan lain yang membawa pencerahan. Kata
teman sang teman, mengandalkan obat-obat medis memang tidak salah, tapi
melengkapinya dengan meminum air rebusan tumbuhan berkhasiat layak dicoba. "Kalau
Tuhan mengizinkan, bisa sembuh lebih cepat," jelasnya.
Sejak itu, asa teman tadi tumbuh kembali. Ia
mencoba mencari tahu, beragam tanaman obat yang telah diteliti oleh berbagai
institusi penelitian maupun perguruan tinggi di Indonesia. Ia mendapati,
ternyata cukup banyak tanaman obat yang secara empiris telah dikenal
masyarakat. Beberapa tumbuhan yang sempat tercatat, antara lain pegagan,
singawalang, bunga tembelekan, dan bumbu tali.
Menghambat & menghancurkan
-----------------------------------
Pegagan atau nama kerennya Centella
asiatica itu tumbuhan liar yang ada di dataran rendah, sampai sekitar
2.500 m di atas permukaan air laut.
Secara empiris, biasa digunakan sebagai tonik,
antiinfeksi, antirematik, penenang, mempercepat penyembuhan luka, dan diuretik.
Berbagai penelitian telah dilakukan guna mendukung manfaat empirisnya.
Misalnya, penelitian yang merujuk pegagan
sebagai antiinflamasi, antioksidan, antitumor, atau untuk meningkatkan daya
ingat (susunan saraf pusat), eksem (luka terbuka), dan hepatitis. Hal itu
berkaitan dengan kandungan senyawa yang dimiliki pegagan, yaitu asiaticiside,
thankuniside, medecassoside, brahmoside, brahminoside, madastic
acid, vitamin B1, B2, dan B6.
Penduduk asli India
dan Malaysia konon suka menanam dan menyimpan pegagan dalam bentuk
ready stock, agar siap digunakan sewaktu-waktu. Oleh warga dua bangsa itu
pegagan lazim disimpan dalam bentuk kering untuk mengobati beragam penyakit.
Terkadang mereka juga membuat jus daun segar, yang diminum untuk menghilangkan
pusing ringan.
Dari berbagai penelitian in
vitro terhadap pegagan menemukan kemampuannya menghancurkan berbagai
bakteri penyebab infeksi, seperti Staphylococcus aureus, Escherechia
coli,Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhi, dan sejenisnya. Sementara dalam
bentuk infus atau ekstrak etanol, tumbuhan ini dipercaya dapat menghambat
pertumbuhan bakteri.
Laorpuksa A. dan kawan-kawan dalam penelitian
pada 1988 membuktikan, estrak air pegagan dapat melawan bakteri yang
menyebabkan infeksi pada saluran napas. Sementara Herbert D. dan kawan-kawan
dari Tuberculosis Research Center di India mencoba efek pegagan
pada bakteri tuberkulosis H37Rv secara in vitro. Hasilnya, pegagan tidak
langsung berefek pada bakteri tuberkulosis. Namun, Herbert menyarankan
penelitian lebih lanjut terhadap senyawa aktif asiaticoside.
Feeling Herbert terbukti benar. Berdasarkan
penelitian lanjutan, senyawa aktif pegagan itu ternyata dapat melawan
Mycobakterium tuberculosis dan Bacillus leprae (Oliver-Bever, 1986).
Penelitian berikutnya yang dilakukan Walter H. Lewis juga menyatakan, pegagan
termasuk kelompok tanaman yang menghasilkan zat seperti antibiotika dan
asiaticoside.
Keampuhan pegagan juga telah diuji coba oleh
Boeteau P. dan kawan-kawan, yang menginokulasi binatang percobaan marmut dengan
bakteri basilus tuberkulosis selama 15 hari. Injeksi 0,5 ml 4% asiaticoside
yang diberikan pada marmut, terbukti dapat mengurangi jumlah lesi tuberkular di
paru-paru, hati, dan limpa. Senyawa asiaticoside membuat pegagan tak hanya
dapat menghambat pertumbuhan bakteri tuberkulosis, tapi juga berpotensi sebagai
imunomodulator - peningkat daya tahan tubuh.
Secara empiris, pemanfaatan pegagan untuk
membasmi tuberkulosis paru-paru dapat dilakukan dengan berpedoman pada resep
berikut. Cuci 30 - 60 g pegagan segar, lalu rebus dalam 3 gelas air sampai
tersisa 1 gelas, dan diminum 3 kali sehari. Untuk TB kulit, lumatkan pegagan,
kemudian tempelkan pada bagian yang sakit. Kajian etnobotani di Bogor.
Masih ada sejawat pegagan yang bermanfaat
serupa. Singawalang (Pertiveria alliacea), menurut R. Indra Pandu Gunawan, yang
melakukan kajian etnobotani di salah satu kampung di Bogor, Jawa Barat, juga
dapat digunakan untuk mengobati tuberkulosis. Kesimpulan itu diambilnya setelah
masyarakat di kampung yang diteliti itu sukses menggunakan singawalang untuk
mengobati batuk darah akibat TB.
Weniger B. pada 1988 pun menyatakan, masyarakat
Haiti, Republik Dominika, telah sejak lama memanfaatkan tanaman ini untuk
mengobati radang paru-paru. Singawalang sendiri merupakan tanaman berbentuk
semak, tingginya bisa mencapai 1 m. Secara empiris, singawalang sering
digunakan untuk peluruh kencing, peluruh dahak, peluruh keringat, dan pereda
kekejangan.
Penelitian in vitro memang
menunjukkan, singawalang mampu melawan bakteri Staphylococcus aureus
dan Pseudomonas aeruginosa. Namun, penelitian langsung pada bakteri
tuberkulosis belum dilakukan. Dosis pemanfaatan singawalang: 5 lembar daun yang
telah dicuci bersih ditumbuk sampai halus. Hasil tumbukan diseduh dengan air
panas, dibubuhi garam dan gula merah secukupnya. Aduk sampai larut, saring dan
minum setelah dingin. Frekuensi meminumnya dua kali sehari.
Masih ada lagi yang namanya bunga tembelekan
(Lantana camara). Tumbuhan ini dapat hidup secara liar atau ditanam sebagai
tanaman hias dan tanaman pagar. Perdu setinggi 0,5 - 4 m dan berbau ini secara
empiris berkhasiat meredakan demam, penawar racun, penghilang nyeri, dan
penghenti perdarahan. Ia tumbuh di dataran rendah sampai 1.700 m di atas
permukaan laut.
Untuk melawan tuberkulosis paru-paru dengan
batuk darah, digunakan bunga tembelekan kering sebanyak 6 - 10 g, direbus dalam
3 gelas air bersih sampai air rebusannya tersisa separuh. Setelah dingin, air
rebusan itu disaring, dibagi untuk 3 kali minum (pagi hari, siang, dan sore)
masing-masing setengah gelas.
Jangan lupakan juga tanaman bambu tali
(Asparagus cochinchinensis). Tumbuhan asal Cina, Jepang, dan Korea itu
tingginya dapat mencapai 1,5 m. Daunnya berwarna hijau, berbentuk helai
panjang, runcing, dan halus. Bagian yang digunakan untuk obat adalah umbinya.
Untuk mengatasi penyakit tuberkulosis yang disertai batuk darah, digunakan 6 -
12 g umbi kering bambu tali, direbus dalam 1,5 gelas air. Air rebusannya
diminum dalam keadaan hangat dua kali sehari, sampai penyakit sembuh.
Obat "hati"
---------------
Kalau mau digali lagi, sebenarnya masih banyak
tumbuhan - berdasarkan pengalaman empiris nenek moyang - dipercaya dapat
digunakan untuk memerangi TB.
Salah satunya daun legundi (Vitex negundo L).
Untuk menggunakannya, 3/5 genggam daunnya dicuci, lalu direbus dengan air
bersih sebanyak 3 gelas makan, sampai air rebusannya tinggal 3/4 gelas saja.
Sesudah dingin, disaring lalu diminum dengan madu seperlunya. Frekuensi
minumnya 3 kali sehari.
Ada lagi serbuk biji pronojiwo (Euhrseta
horfieldii Benn). Untuk pengobatan diperlukan 3/4 sendok teh serbuk biji
pronojiwo, diseduh dengan air panas sebayak 1/2 cangkir dan madu 1 sendok
makan. Dalam keadaan suam-suam kuku, ramuan diminum 3 kali sehari. Atau bunga
kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis L). Ramuannya, 3 kuntum bunga kembang
sepatu dicuci bersih, lalu digiling halus, diberi air masak 1/2 cangkir dan
madu 1 sendok makan, kemudian diperas dan disaring. Ramuan diminum tiga kali
sehari.
Bisa juga dicoba bidara upas (Merremia
mammosa). Ambilah 1/3 jari bidara, dicuci bersih lalu diparut, diberi air masak
1 sendok makan dan madu 2 sendok teh, diperas dan disaring. Obat alami ini
diminum tiga kali sehari.
Terakhir, daun gandapura (Gaultheria fragrantissima).
Diperlukan 1 sendok makan serbuk kering daun gandapura. Bahan itu diseduh
dengan air panas 3/4 cangkir dan madu 1 sendok makan. Seduhan diminum dalam
keadaan suam-suam kuku. Frekuensinya 3 kali sehari.
Melihat begitu banyaknya alternatif, teman saya
jelas makin girang. Kini ia tidak hanya lebih optimistis menyikapi hidup, tapi
juga lebih telaten merawat tanaman-tanamannya, terutama tanaman pegagan dan
kawan-kawan. Buat sang teman, mereka bukan hanya andalan baru untuk mengusir TB
paru-paru, tapi juga mengisi sepi dan mengusir frustrasi.
Catatan :
------------
Satu Tanaman Lain Sebutan Pegagan dikenal juga
sebagai daun kaki kuda (Jakarta), antanan gede (Sunda), kori-kori (Halmahera),
kolotidi menora (Ternate), gagan-gagan, gangagan, kerok batok, pantegowang,
panigowang, rendeng (Jawa).
Nama lain bunga tembelekan adalah bunga pagar
atau kayu Singapura. Di Sunda kerap disebut kembang satek, saliyara, tai ayam
atau tai kotok. Sedangkan di Jawa kadang disebut oblo, puyengan, pecengan, atau
waung.
Bambu tali atau bambu apus suka juga disebut
awi tali (Sunda), deling apus, deling tangsul, jajang pring (Jawa) atau tiing
tali, tiing tlantan (Bali). Tumbuhan lainnya, legundi, punya nama alias
gendarasi (Palembang) atau langgundi (Minangkabau). Sedangkan bidara upas kerap
disebut blanar (Jawa) atau hailale (Ambon).
Sumber : http://www.depkes.go.id oleh Dra.
Lucie Widowati, M.Si.Apt; peneliti pada Puslitbang Farmasi dan Obat
Tradisional, Jakarta