MEMBANGUN KEBERANIAN MELAWAN SETAN



Ketika mendengar terminologi “setan”, apa yang kemudian terbayang dalam khayalan sebagian masyarakat kita yang mayoritas muslim? Bisa jadi sambil merinding ketakutan, orang-orang Jawa akan membayangkan sosok genderuwo, orang-orang Betawi akan membayangkan sosok kuntilanak atau pocong, orang-orang Cina akan membayangkan sosok vampire, orang-orang Sunda akan membayangkan sosok ririwa atau jurig, dan orang-orang Eropa akan membayangkan sosok dracula. Yang menjadi masalah kemudian, benarkah semua sosok itu adalah setan?

Hanya dengan satu cara, yaitu menggunakan aqidah islamiyah yang lurus untuk menjawab hal tersebut di atas. Berikut ini akan kita temui pembahasan tentang tipu daya Iblis dan setan dengan sosok-sosok yang menyeramkan –yang membohongi manusia–, penjelasan Al-Qur`an tentang “setan”, dan cara membangun mentalitas berani menghadapi setan.

Setan Menurut Cerita Tradisi

Banyak dari umat Islam yang belum benar memahami tentang “setan”, sekalipun ia seorang ustadz atau kiyai. Oleh karena itulah masyarakat Indonesia pada umumnya dalam memahami setan masih berdasarkan pada asumsi tradisi dan hanya berdasarkan pada cerita-cerita nenek moyang saja. Apalagi bila cerita itu dibumbui oleh paranormal ataupun dukun. Tentu tingkat kesalahannya semakin membesar saja.

1. Setan menurut tradisi Jawa, bahwa sejak zaman dahulu orang-orang Jawa begitu meyakini sosok setan itu menyeramkan, menakutkan, dan terkesan berbau horor. Mereka memiliki asumsi yang salah bahwa sosok setan dikhayalkan dan diberi nama sebagai: genderuwo, buto ijo, wewe gombel, nyai roro kidul, dan sebagainya.

2. Setan menurut tradisi Betawi tentu saja berbeda dengan asumsi tradisi Jawa. Orang-orang Betawi sejak zaman nenek moyang mereka meyakini keberadaan setan seperti dalam cerita-cerita tradisi mereka, yaitu asumsi yang salah bahwa sosok setan dikhayalkan dan diberi nama sebagai: kuntilanak, pocongan atau pocong, roh halus, makhluk halus, hantu, jelangkung, roh gentayangan, dan sebagainya. Uniknya, perbedaan geografis antara masyarakat Jawa dan Betawi menjadikan asumsi sosok-sosok setan mereka juga berbeda.

3. Setan menurut tradisi Sunda juga tidak kalah seramnya dengan asumsi orang-orang Jawa ataupun Betawi. Mereka sering menyebut nama-nama yang merupakan asumsi yang salah, bahwa sosok setan dikhayalkan dan diberi nama sebagai: jurig, ririwa, sanekala, sundelbolong, dan sebagainya.

4. Setan menurut tradisi Sumbawa dan sekitarnya lebih unik lagi, yaitu mereka mempunyai asumsi yang salah bahwa sosok setan dikhayalkan dan diberi nama sebagai: leak. Leak digambarkan menakutkan, berkulit hitam, dan dapat terbang.

5. Setan menurut tradisi Cina sungguh berbeda dengan sosok-sosok berdasarkan asumsi di beberapa daerah di Indonesia. Hal ini dikarenakan kultur antara masyarakat Indonesia dan Cina yang berbeda. Mereka memiliki asumsi yang salah bahwa sosok setan dikhayalkan dan diberi nama sebagai: vampire, hantu wanita, hantu banci, dan sebagainya.

6. Setan menurut tradisi Eropa digambarkan lebih berbeda lagi dibanding beberapa sosok setan sebelumnya. Mereka memiliki asumsi yang salah bahwa sosok setan dikhayalkan dan diberi nama sebagai: dracula. Dracula diasumsikan kulitnya bule seperti kulit orang Eropa, matanya biru, giginya bertaring, suka menghisap darah dari leher manusia, dan mencari mangsa di malam hari.

Setan Menurut Ajaran Islam

Ajaran Islam memberi pemahaman bahwa kata “setan” itu sebagai predikat atau status bagi makhluk Allah Swt. yang berkarakter dan berperilaku tidak sesuai dengan aturan Allah, bahkan juga mengajak yang lain untuk bergabung ke dalam gerakan penyesatan mereka yang penuh dengan murka Allah Swt..

Menurut Al-Qur`an, “setan” itu adalah:

• Musuh para Nabi, yang terdiri dari golongan manusia dan jin (QS. 6: 112);
• Penggoda setiap Nabi dan manusia yang ingin beriman dan beribadah kepada-Nya (QS. 22: 52);
• Pembisik kejahatan pada jiwa manusia (QS. 114: 5-6);
• Golongan manusia yang telah menjadi budak setan, lalu menyesatkan manusia (QS. 7: 202);
• Musuh manusia yang mengajak masuk ke dalam neraka (QS. 35: 6);
• Thaghut (sosok tandingan yang memusuhi Allah Swt.) yang mengajak menggunakan sistem selain Islam (QS. 4: 60);
• Pemboros yang menyia-nyiakan karunia Allah (QS. 17: 27);
• Si kikir yang takut miskin dan enggan menginfakkan hartanya di jalan Allah (QS. 2: 268);
• Pemakan riba (QS. 2: 275);
• Orang yang lalai berdzikir serta mengabaikan perintah dan larangannya (QS. 43: 36);
• Pelaku kejahatan, kekejian, dan kemaksiatan (QS. 2: 169);
• Pembuat makar yang bermaksud memfitnah dan membunuh orang-orang beriman (QS. 58: 10);
• Orang munafik yang menipu manusia supaya tersesat ke dalam kekufuran (QS. 59: 16);
• Orang-orang kafir (QS. 13: 33);
• Penyeru perbuatan keji dan mungkar (QS. 24: 21);
• Orang-orang musyrik (QS. 27: 24, QS. 34: 40-41, dan QS. 6: 100);
• Orang yang berbuat dosa yang tidak pernah merasa bersalah (QS. 6: 43, QS. 48: 12, dan QS. 43: 37);
• Si pembuat khurafat yang mengganti ajaran Islam dengan ajaran tradisi (QS. 31: 21);
• Orang yang cinta dunia dan lupa kepada kehidupan akhirat (QS. 31: 33 dan QS. 35: 5-6);
• Pelaku perbuatan keji yang senang makan dan minum dari hal-hal yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya (QS. 5: 90 dan QS. 2: 168-169);

Berani Melawan Setan

Dengan memahami aqidah islamiyah yang baik, maka sudah wajib bagi kita sebagai orang-orang beriman tidak takut lagi melintasi tempat-tempat keramat, seperti kuburan, rumah tua, hutan, gua, pohon besar, dan lainnya. Ternyata genderuwo, kuntilanak, pocong, jurig, vampire, dan sebagainya, hanya sosok-sosok setan yang diasumsikan oleh tradisi di masing-masing tempat. Karena itu, maka kita tidak boleh takut terhadap mereka.

Berikut ini beberapa hal yang dapat ditempuh untuk mengendalikan rasa takut dan membangun keberanian melawan setan:

• Memperbaiki fikrah (pola pikir) kita bahwa rasa takut kepada setan adalah tidak syar’i (tidak sesuai dengan syariat Islam). Karena rasa takut yang syar’i hanya kepada Allah Swt. saja (QS. 2: 150, QS. 9: 13, dan QS. 2: 169);

• Meyakini secara qalbiyah (mentalitas) bahwa istilah “penampakan” dalam masyarakat kita sebenarnya adalah talbis (penipuan; pembohongan) dari sosok setan golongan jin yang wujud aslinya yang nggak seram (QS. 3: 175);

• Harus hidup kaafah (menyeluruh) dengan aturan Islam dan menghindari karakter dan perilaku setan (QS. 2: 208);

• Senantiasa melakukan isti’adzah (perlindungan) kepada Allah Swt. sebelum membaca Al-Qur`an, serta sebelum beribadah dan beraktivitas sehari-hari lainnya (QS. 16: 98, dan QS. 114: 1-6);

• Harus mempunyai keberanian yang benar karena Allah Swt. itu pelindung orang beriman dan saleh, maka harus berani, tegas, dan tidak ada kompromi terhadap setan sebagai musuh manusia (QS. 7: 196, dan QS. 35: 6);

• Jangan menggunakan keberanian terhadap setan karena punya ilmu perdukunan (punya setan khadam) atau minta tolong kepada dukun atau paranormal. Cara ini kelihatan “hebat”, namun di sisi Allah cara ini termasuk perbuatan syirik, sesat, dan penuh kehinaan (QS. 4: 48);

• Berani bersikap al-baro` (membebaskan diri) berupa mengingkari, membenci, memusuhi, dan memutus hubungan dengan karakter dan nilai-nilai syaithani di sekitar kita (QS. 60: 4);

• Berani bersikap al-wala` (mono-loyalitas) hanya kepada Allah Swt. berupa taat, mendekat, membela, dan mencintai-Nya, sehingga terjalin hubungan kuat dengan Allah Swt. sekaligus pertolongan-Nya akan mudah datang (QS. 5: 55);

• Aktif mengkaji nilai-nilai Islam, berdakwah, dan menyumbangkan potensi diri kita untuk menolong agama Allah Swt., sehingga akan muncul keberanian, kecerdasan diri dan pertolongan Allah untuk menghadapi tipu daya setan (QS. 47: 7);

• Senantiasa meningkatkan nilai iman, ikhlas, dan tawakal kepada Allah Swt. Karena dengan kekuatan nilai-nilai tersebut setan-setan golongan jin tidak berdaya menipu daya (QS. 15: 39-41, QS. 16: 99, dan hadits Rasul Saw.: “Barangsiapa keluar rumah berkata,’Dengan menyebut nama Allah, aku bertawakal kepada Allah, tidak ada daya dan upaya kecuali dengan-Nya’, maka dikatakan kepadanya,’Engkau mendapat petunjuk, dilindungi, dan dicukupi.’ Setan berkata kepada setan lainnya,’Bagaimana engkau dapat menaklukkan orang yang telah mendapat petunjuk, dicukupi, dan dilindungi?’” (HR. at-Tirmidzi).


Wallahu a’lam bish-shawab.
Sumber : Ust. Abu Aqila


Recent Posts

comments powered by Disqus