Perjalanan Ke Tiga Masjid

قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ ،إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ، الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ، وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى
(صحيح البخاري)
Sabda Rasulullah SAW: “Janganlah kalian memaksakan diri untuk melakukan perjalanan, kecuali kepada tiga masjid, Masjidil Haram, dan Masjid Rasul SAW, dan Masjidil Aqsha”. (Shahih Bukhari)
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي مَسْجِدَ قُبَاءٍ كُلَّ سَبْتٍ مَاشِيًا وَرَاكِبًا وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَفْعَلُهُ
(صحيح البخاري)
Dan bahwasanya Rasul SAW mengunjungi Masjid Quba setiap hari sabtu, dengan berjalan kaki atau berkendaraan, dan pula Abdullah bin umar ra melakukannya” (Shahih Bukhari)
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Image
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, Yang terus melimpahkan keluhuran kepada kita dengan waktu dan tempat. Di malam ini kita sedang berada di bulan haram, dan salah satu bulan haram (bulan yang dimuliakan Allah subhanahu wata’ala) adalah bulan Muharram, yang mana di bulan itu sayyidina Umar ibn Khattab menjadikannya sebagai awal perhitungan bulan hijriyah, meskipun dalam pendapat yang mu’tamad bahwa hijrah rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah di bulan Rabi’ al Awal, namun izin untuk hijrah dari Allah subhanahu wata’ala telah turun sejak bulan Muharram. Maka kaum Muhajirin pun mulai meninggalkan Makkah Al Mukarramah menuju Yatsrib ( Madinah Al Munawwarah ) pada bulan Muharram.
Semakin hari jiwa semakin gelap dari cahaya iman, dari cahaya sifat yang luhur, tabir-tabir kegelapan terus menutupi jiwa sehingga keluhuran tidak lagi terpancar, sehingga tidak lagi terbesit keinginan-keinginan untuk berbuat luhur, bahkan berubah menjadi sebuah kebosanan. Oleh karena itu, majelis-majelis dzikir atau mejelis ta’lim yang di dalamnya digemuruhkan nama Allah, hal itu akan menggetarkan jiwa serta membuka tabir-tabir yang gelap, sehingga tersingkaplah cahaya-cahaya kewibawaan Ilahi di dalam jiwa seorang hamba untuk menerangi sanubari dan menumbuhkan kembali sifat-sifat luhur ynag telah padam, menyalakan api s emangat untuk kembali berbuat luhur, menyalakan cahaya keluhuran di dalam jiwa untuk bersatu dengan cahaya Yang Maha Indah, yang menuntun hamba-hamba-Nya dengan cahaya iman, dan seluruh cahaya keluhuran yang dibawa dan diwariskan kepada sang rahmat Allah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang telah Allah gelari dengan Siraajan Muniira (cahaya yang terang benderang), sehingga dengan hal itu seorang hamba akan menjadi malas dan enggan untuk berbuat ma’siat dan dosa, berubah menjadi semangat dan kembali bangkit keinginannya untuk berbuat hal yang mulia, enggan berbuat jahat atau menyakiti perasaan orang lain, ingin selalu menyenangkan perasaan orang lain, dan orang yang seperti itu selalu ingin digembirakan oleh Allah subhanahu wata’ala dimana pun ia berada baik di dunia atau di akhirat, Allah selalu ingin membuatnya senang, karena ia selalu ingin membuat orang lain senang. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
اِرْحَمُوْا مَنْ فِي اْلأَرْضِ يَرْحَمُكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
“ Sayangilah (penduduk ) yang ada di bumi, maka akan menyayangi kalian (malaikat) yang di langit”
Sampailah kita pada hadits luhur, dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
لا تُشَدُّ الرِّحَالُ إلاَّ لِثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ المَسْجِد الْحَرَامِ ومَسْجِدِي هَذَا ومسْجِدِ الأقْصَى
“Janganlah memaksakan (berusaha keras) mengadakan perjalanan kecuali pada tiga masjid, Masjid Al Haram, dan Masjidku ini (masjid Nabawi) dan masjid al aqsha”
Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani menukil riwayat yang lain, yang juga teriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam setiap hari Sabtu mengunjungi masijd Qubah, maka hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya 3 masjid tersebut yang diinginkan oleh nabi untuk selalu dikunjungi. Dan Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani menjelaskan makna hadits tersebut bahwa yang dimaksud adalah masjid yang digunakan untuk melakukan shalat, dimana dalam melakukan shalat semua masjid memiliki derajat yang sama, kecuali 3 masjid yang disebut dalam hadits tersebut yaitu Masjid Al Haram, Masjid An Nabawi, Majid Al Aqsha dan selain ketiga masjid tersebut maka derajatnya sama. Oleh karena itu dalam madzhab Syafi’i jika ada seseorang yang bernadzar misalnya ingin melakukan shalat di masjid Jami’ Al Munawwar, maka boleh juga dilakukan di masjid lain karena hukumnya semua masjid sama. Namun jika untuk perjalanan lain, seperti ingin silaturrahmi, ziarah atau yamg lainnya maka hal itu tidak ada larangan dalam hal itu, demikian yang dijelaskan di dalam Fathul Bari bisyarah Shahih Al Bukhari. Maka pendapat yang mengatakan larangan-larangan untuk ziarah ke makam para shalihin yang disana terdapat masjid, seperti makam Wali Songo dan lainnya, maka hal tersebut tidak benar karena tujuan mendatangi tempat itu bukan untuk shalat di Masjid Wali Songo namun untuk ziarah ke makamnya. Namun dalam hal ini ada pengecualian, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengecualikan masjid Quba’ dimana setiap hari Sabtu beliau mendatangi masjid Quba’ dengan berjalan kaki atau dengan menaiki tunggangan beliau, hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tetap ingin datang ke masjid selain 3 masjid tersebut, menunjukkan bahwa mengunjungi masjid-masjid yang disukai hal itu diperbolehkan, dan larangan dalam hadits tersebut bukanlah larangan yang bersifat haram, namun adalah larangan yang bersifat makruh, yang mana jika dikerjakan tidak mendapatkan dosa dan jika ditinggalkan mendapatkan pahala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah makhluk yang tersuci dari seluruh ciptaan Allah subhanahu wata’ala, manusia terindah dan panutan yang paling mulia. Sehingga sucilah mereka yang mencintai makhluk yang paling suci ini, bahkan Allah subhanahu wata’ala tidak akan menerima kesempurnaan iman seseorang sebelum ia mencintai sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sempurna, karena cinta Allah subhanahu wata’ala kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan Allah telah menyimpan seluruh ajaran keluhuran pada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka Allah menciptakan keluhuran untuk didapatkan oleh hamba-hamba-Nya di dunia dan di akhirat kelak yang telah terhimpun pada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Kita melihat bagaimana pedihnya jika hewan disembelih, namun ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang akan menyembelihnya, mereka berdesakan untuk disembelih oleh tangan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, Allah berikan magnet cinta yang besar pada wajah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga semua yang memandang beliau akan mencintai beliau, bahkan hewan pun berdesakan ingin segera disembelih oleh beliau karena cinta kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Disebutkan dalam kitab As Syifaa bahwa sayyidina Zaid bin Haritsah RA menjelaskan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ingin buang air kecil dan ketika itu di sekitarnya tidak ada tempat yang tersembunyi, maka beliau berkata kepada sayyidina Zaid bin Haritsah untuk datang pada semua pohon dan batu besar, kemudian mengatakan bahwa Muhammad Rasulullah memanggil mereka, maka pohon-pohon dan batu-batu itu bergerak membelah bumi dan mendekat ke arah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bagaikan hutan belantara yang menutupi nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam hingga beliau tidak terlihat oleh siapapun, adakah wajah di dunia yang dimuliakan oleh Allah seperti Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam!.
Diriwayatkan juga dalam kitab As Syifaa oleh Al Imam Qadhi ‘Iyadh, bahwa sayyidah Aisyah berkata bahwa tidak satu pun pohon-pohon besar kecuali bersujud kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hijrah bersama sayyidina Abu Bakr As Shiddiq Ra, beliau melihat seekor kambing bersujud kepada Rasulullah, maka sayyidina Abu Bakr pun bersujud kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menarik pundak beliau dan berkata : “wahai Abu Bakr, jangan engkau bersujud kepadaku”, ,maka Sayyidina Abu Bakr berkata : “Wahai Rasulullah kami lebih berhak bersujud kepada-mu daripada hewan, karena kami adalah ummatmu dan hewan bukanlah ummatmu”.Ketahuilah bahwa sujud adalah ungkapan ta’zhim (memuliakan), di zaman nabi Yusuf As dijelaskan bahwa saudara-saudara nabi Yusuf bersujud kepada nabi Yusuf dan kepada ayah nya, maka sujud adalah suatu penghormatan dan bukanlah hal yang syirik, namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang ummatnya untuk bersujud kepada beliau atau kepada ummat sesama, dan menjadikan sujud hanya kepada Allah, sedangkan di masa ummat-ummat terdahulu ada sujud yang dimaksudkan untuk pengagungan, bahkan kita ketahui bahwa malaikat pun sujud kepada nabi Adam, namun bukan menyembahnya. Di masa lalu pengagungan dilakukan dengan cara bersujud, namun di zaman ini pengagungan dilakukan dengan cara pujian atau yang lainnya namun bukan dnegan sujud. Hal yang ingin saya sampaikan pada kesempatan ini adalah pengagungan terhadap makhluk yang diagungkan oleh Allahn telah dilakukan Allah sejak zaman nabi Adam As hingga zaman nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dimana semua pohon dan bebatuan pun sujud kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagiamna sayyidina Abu Bakr pun sujud kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, namun hal tersebut dilarang oleh beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari dan lainny, dimana ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terlambat mendatangi shalat jamaah, kemudian Rasulullah memasuki barisan pertama, sehingga sayyidina Abu Bakr As Shiddiq mundur kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maju untuk menjadi imam. Setelah usai melakukan shalat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada sayyidina Abu Bakr mengapa ia mundur dari menjadi imam shalat, maka sayyidina Abu Bakr As Shiddiq berkata :
 لَايَنْبَغِى لِابْنِ أَبِيْ قَحَافَةَ أَنْ يَتَقَدَّمَ بَيْنَ يَدَيَّ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“ Tidak selayaknya putra Abi Qahafah maju ( menjadi imam shalat) di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”
Maka perbuatan untuk pengagungan bukanlah suatu yang kultus, namun yang disebut kultus adalah pengagungan yang berlebihan yang mengarah pada penyembahan. Pengagungan adalah hal yang luhur, dimana itu adalah perbuatan para sahabat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari dimana salah seorang sahabat menunjukkan sehelai rambut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berwarna kemerah-merahan, maka sahabat yang lainnya berkata: “ Jika aku mempunyai sehelai rambut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sungguh hal itu lebih mulia dari dunia dan segala isinya”, karena cintanya kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Diriwayatkan juga dalam Shahih Al Bukhari bahwa sayyidina Anas bin Malik berwasiat kepada orang-orang di sekitarnya bahwa ia menyimpan beberapa helai rambut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan beberapa potong kain bekas menyeka keringat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan jika ia wafat agar dimasukkan kedalam kain kafannya, karena ingin selalu bersentuhan dengan sesuatu yang bersentuhan dengan kulit Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, apakah hal ini disebut syirik?!, jika hal yang seperti ini adalah perbuatan syirik maka telah berbuat syirik juga para sahabat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, juga sayyidina Umar bin Khattab yang ketika itu ia telah ditusuk dengan pisau, dengan terengah-engah beliau berkata : “aku ingin dikubur di sebelah makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”, sambil terengah-engah beliau menunggu kabar sehingga datang putranya membawa kabar bahwa beliau telah mendapat izin untuk dimakamkan di sebelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka sayyidina Umar berkata : “Demi Allah, tiada sesuatu yang lebih kudambakan daripada aku dimakamkan di sebelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”. Demikian keadaan para sahabat Ra dalam mencintai sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka di zaman ini siapakah yang harus kita panut, apakah sahabat Rasulullah ataukah kelompok yang muncul di abad ke-18 yang memusyrikkan orang-orang yang memulikan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sedangkan Allah subhanahu wata’ala telah memerintahkan untuk memuliakan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:
النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ
( الأحزاب : 6 )
“Nabi itu lebih utama bagi orang-orang yang beriman daripada diri mereka sendiri; dan isteri-isterinya adalah menjadi ibu-ibu mereka”. ( QS. Al Ahzab : 6 )
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata :
وَأَيُّمَا مُؤمِنٍ تَرَكَ مَالًا فَلِوَرَثَتِهِ وَعَصَبَتِهِ مَنْ كانُوا، وَإِنْ تَرَكَ دَيْنا أوْ ضيَاعًا فَلْيأْتِني وَأَنَا مَوْلاَهُ
“ Mukmin manapun yang wafat dan meninggalkan harta maka ahli warisnya yang mewarisi hartanya, dan jika meninggalkan hutang atau barang yang hilang maka hendaklah ia mendatangiku karena aku adalah tuannya” (shahih Bukhari)
Inilah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, manusia yang paling mencintai seluruh makhluk Allah. Musuh-musuh beliau yang menyakiti dan melempari beliau dengan batu, meskipun demikian beliau menolak jika diturunkan bala’ untuk mereka, karena rasul melihat keturunan-keturunan musuhnya kelak, barangkali sel-sel yang akan muncul dari mereka kelak akan menjadi muslimin. Rasulullah menyayangi benih-benih itu lebih dari sayangnya mereka terhadap benih-benih tersbut, karena beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mempertahankan agar musuh-musuhnya jangan sampai wafat, jika saat itu mereka adalah musuh-musuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, barangkali keturunan-keturunan mereka kelak akan beriman. Inilah indahnya budi pekerti sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak ada manusia yang lebih indah dari beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka pengagungan terhadap nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bukanlah hal yang kultus. Banyak yang merasa bingung dan berkata jika aku mengagungkan nabi maka berarti aku telah merendahkan Allah, tidak demikian justru ketika kita mengagungkan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam maka kita juga mengagungkan Allah subhanahu wata’ala, karena beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidak akan menjadi nabi jika Allah tidak mengangkatnya, dan Allah subhanahu wata’ala telah menciptakan neraka dan memasukkan para pendosa serta membakar mereka di dalamnya, kemudian nabi Muhammad memintakan syafaat untuk mereka, manakah yang lebih penyayang, sedangkan Allah subhanahu wata’ala Maha Pengasih dan Maha Penyayang, namun Allah yang menciptakan neraka, dan nabi Muhammd shallallahu ‘alaihi wasallam yang memintakan syafaat!, jawaban dari pertanyaan itu adalah siapakah yang menciptakan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, Dialah Allah subhanahu wata’ala. Dan kasih sayang Allah masih ada untuk para penduduk neraka, nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah wujud rahmat dan kasih sayang Allah subhanahu wata’ala untuk para pendosa, para pezina, penjudi, pemabuk yang tidak menyembah selain Allah, dan mengakui bahwa nabi Muhammad adalah utusan Allah, mereka masih akan mendapatkan kasih sayang Allah walaupun mereka berada di dalam api neraka yang terdalam, yang mana kasih sayang itu berupa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu berupa syafaat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, jika demikian masih adakah sang idola selain nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam?!, maka salahkah jika kita memuji nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam?!, dan bagaimanakah keadaan orang yang membenci orang yang memuji nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan bagaimana pula keadaan orang yang memusyrikkan orang yang memuliakan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, bagaimana kemurkaan Allah terhadap mereka?!.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Selanjutnya mohon doa semoga saya diberi kesehatan oleh Allah, dan semoga acara tanggal 19 Desember 2011 di Monas sukses, akan hadir di acara kita 7 Kiyai besar di Indonesia, yaitu KH. Idris Marzuqi Lirboyo, KH. Ahmad Su’aidi Giren Tegal, KH. Ma’ruf Amin, KH. Abdul Rasyid Syafi’i, KH. Abdurrahman Nawi, KH. Muhyiddin Sumedang, KH. Abdullah Mukhtar Sukabumi, kesemuanya akan hadir bersama massa-massa nya insya Allah untuk turut bersatu dalam acara dzikir akbar di Monas bersama guru mulia Al Musnid Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafizh, insyaallah. Kedua, telah tersebar di facebook bahwa saya akan hadir pada acara Tablig Akbar di Lirboyo tanggal 10 Desember 2011, dan saya sampaikan bahwa hal tersebut ada kesalahfahaman, karena undangannya adalah sudah 9 bulan yang lalu, namun baru disampaikan kemarin kepada saya, maka saya tidak bisa menghadiri acara tersebut.
Maka para jamaah yang ingin bergabung menjadi crew persiapkan diri dan jiwa, berlaku sopan santun terhadap tamu karena yang akan hadir bukan hanya jamaah majelis rasulullah saja, namun ribuan jamaah dari berbagai daerah di luar Jakarta juga yang akan menghadiri karena acara guru mulia di Jakarta hanya ada dua acara, yaitu acara Haul di Cidodol dan acara di Monas tanggal 19 Desember 2011, selesai acara di Monas beliau langsung menuju Bandara untuk berangkat ke Dubai, jadi beliau hanya 3 hari di Indonesia. Tumpukan massa dari seluruh wilayah di Indonesia, Malaysia dan Singapora akan berpadu di Monas. Oleh sebab itu kita harus konsentrasi penuh dan kita kerahkan kemampuan kita sepenuhnya untuk mensukseskan acara ini, agar acara ini menjadi rahmat bagi kita, bangsa kita dan negeri kita, amin allahumma amin. Selanjutnya qasidah penutup kemudian doa oleh guru kita Al Habib Hud bin Muhammad Baqir Al Atthas, yatafaddhal masykura.

Recent Posts

comments powered by Disqus