Hingga saat ini tidak terdapat kesepakatan secara internasional mengenai definisi self injury. Secara ringkas self injury didefinisikan sebagai mekanisme coping yang digunakan seorang individu untuk mengatasi rasa sakit secara emosional atau menghilangkan rasa kekosongan kronis dalam diri dengan memberikan sensasi pada diri sendiri. Self injury merupakan mekanisme coping yang kejam dan merusak namun banyak orang melakukannya karena memang mekanisme tersebut bekerja dan bahkan bisa menyebabkan kecanduan. Dalam pendefinisian lain dikatakan bahwa self injury merupakan segala tindakan melukai diri sendiri yang dilakukan secara sengaja tanpa adanya maksud membunuh dirinya ataupun tidak berhubungan dengan kepentingan estetika (misal tato) dan sanksi sosial dengan tujuan membebaskan diri dari distres emosional.
Rasa sakit secara fisik lebih mudah dihadapi ketimbang sakit secara psikis sebab sakit secara fisik nampaknya lebih nyata. Nyeri fisik dapat membuktikan pada seseorang bahwa rasa sakit yang dirasakan secara emosional memang benar dan nyata. Perilaku ini dapat membawa ketenangan dan membangunkan seseorang. Namun demikian self injury hanya menyebabkan pembebasan yang bersifat sementara dan tidak mengatasi akar permasalahannya. Hingga akhirnya seseorang yang pernah melakukannya akan memiliki kecenderungan untuk mengulanginya dengan peningkatan pada frekuensi dan derajat kerusakan secara fisik yang ditimbulkannya.
Self injury dalam istilah lain dikenal sebagai self harm (SH), self-inflicted violence (SIV), dan self-mutilation walaupun oleh sebagian besar orang definisi yang terakhir dianggap kurang tepat terutama di kalangan pelakunya. Dalam arti yang lebih luas, self injury meliputi juga fenomena lainnya yang berkaitan dengan pengrusakan tubuh sendiri namun pelakunya melakukan tindakan ini dengan harapan dapat mengatasi atau membebaskan diri dari emosi yang tidak tertahankan atau rasa tak nyaman.
Bentuk paling umum dari self injury adalah membuat irisan dangkal pada lengan atau tungkai. Tindakan ini di kalangan para pelakunya dikenal sebagai “cutting” dan pelaku self injury yang secara rutin melakukannya dikenal sebagai seorang “cutter”. Luka iris multipel yang terlokalisasi tersebut biasanya memiliki kemiripan satu sama lain dalam arti terpola dan hal ini merupakan ciri khas dari “cutting”. Pada keadaan yang lebih jarang dijumpai, perilaku ini meliputi juga pemotongan pada bagian tubuh tertentu, misalnya saja payudara dan organ kelamin. Contoh self injury lainnya meliputi:
· Meninju, memukul, dan mencakar diri sendiri
· Menggigit tangan, lengan, bibir, atau lidah
· Menggaruk-garuk kulit sampai berdarah
· Mengutak-atik luka yang sedang dalam proses penyembuhan
· Mememarkan tubuh lewat kecelakaan yang sudah direncanakan sebelumnya
· Membakar diri baik dalam bentuk ringan misal dengan rokok atau pembakaran tubuh secara luas.
· Menusuk diri sendiri dengan kawat, peniti, paku, pulpen, dan lainnya.
· Mematahkan tulang-tulang mereka sendiri
· Mencungkil mata
· Menelan bahan kimia korosif, baterai, peniti, dan benda lainnya.
· Pada beberapa kasus juga dilaporkan pelaku meracuni dirinya sendiri secara berulang.
· Meninju, memukul, dan mencakar diri sendiri
· Menggigit tangan, lengan, bibir, atau lidah
· Menggaruk-garuk kulit sampai berdarah
· Mengutak-atik luka yang sedang dalam proses penyembuhan
· Mememarkan tubuh lewat kecelakaan yang sudah direncanakan sebelumnya
· Membakar diri baik dalam bentuk ringan misal dengan rokok atau pembakaran tubuh secara luas.
· Menusuk diri sendiri dengan kawat, peniti, paku, pulpen, dan lainnya.
· Mematahkan tulang-tulang mereka sendiri
· Mencungkil mata
· Menelan bahan kimia korosif, baterai, peniti, dan benda lainnya.
· Pada beberapa kasus juga dilaporkan pelaku meracuni dirinya sendiri secara berulang.
Kesalahan konsepsi yang lazim dijumpai dalam self injury adalah bahwa masyarakat umum menganggap bahwa tindakan ini dilakukan oleh pelakunya untuk mencari perhatian semata. Sedangkan dalam kenyataannya, banyak pelaku self injury yang sangat menyadari keberadaan luka dan parut pada tubuh mereka dan umumnya mereka berusaha menyembunyikannya dari orang lain. Jika dipertanyakan oleh orang lain bagaimana mereka memperoleh luka-luka tersebut maka biasanya mereka menjawab bahwa luka-luka tersebut diperoleh dengan cara lain misalnya saja kecelakaan dan biasanya mereka menyembunyikannya dengan cara menggunakan baju yang sangat tertutup.
Dalam pendefinisian yang diperluas, self harm dibedakan dengan self injury. Self harm merupakan istilah umum untuk seluruh kegiatan melukai diri sendiri (dengan definisi ini maka penyalahgunaan alkohol dan bulimia termasuk di dalamnya), sedangkan self injury memiliki pengertian yang lebih spesifik yaitu merupakan tindakan memotong, mengiris, membuat memar diri sendiri, meracuni diri sendiri, hingga over dosis (tanpa maksud bunuh diri), membakar diri, dan tindakan lainnya yang secara langsung untuk dilakukan untuk melukai tubuh. Jadi secara akurat untuk mendefinisikan self harm atau self injury harus diketahui bahwa maksud dari tindakan tersebut bukanlah untuk bunuh diri namun untuk mengatasi stres emosional yang dihadapi oleh seseorang. Baik DSM IV, ICD-10, ataupun PPDGJ III tidak mengklasifikasikan secara tersendiri gangguan ini walaupun banyak pelaku self injury yang menginginkan agar kelainan ini dijadikan diagnosa tersendiri.
Walaupun perilaku ini nampaknya ekstrim namun sebenarnya kita tetap dapat melihat perilaku self injury dalam kelompok masyarakat yang ’sehat’. Misalnya menggigiti kuku, memencet jerawat, atau menggaruk bekas gigitan nyamuk sampai berdarah. Ada banyak juga orang-orang yang rela mengikuti diet hingga kelaparan hanya supaya dapat memakai celana ukuran tertentu. Jadi harus diperhatikan bahwa sebenarnya banyak orang yang melakukannya namun yang harus diperhatikan adalah bila kegiatan ini sudah membutuhkan perhatian khusus.