Ladakh, Adalah Atap Dunia


Puncak gunung salju di pagi hari yang cerah dan berawan padat melambung ke langit. Di bawah langit seperti sebuah dunia tenggelam, ada sebuah kerajaan yang hilang. Ladakh, adalah atap dunia yangdibuka untuk turis hanya dalam dekade terakhir. Pada ketinggian mengagumkan, dataran tinggi ini adalah jembatan antara bumi dan langit!

Ladakh, adalah tempat dan kekuatan alam bersekongkol untuk membuat pemandangan magis realistis yang ekstrempadang pasir dan air biru terbakar matahari dan angin beku menjadi gletser sertabukit pasir bak medan pertempuran purba dari kekuatan-kekuatan alam yang melahirkan Himalaya. Tempat ini berada di India dan masih alami, karena belum terjamah teknologi dari dunia modern. Tanah otentikyang setia pada adat leluhur dimana kehidupan ditandai oleh spiritualitas yang intens. Tradisi yang kaya Mahayana Buddhisme tetap berkembang dalam bentuk paling murni di wilayah ini, yang telah sering disebut sebagai Tibet Kecil.
Ladakh terletak di ketinggian 9000 kaki. Pada ketinggian ini, Anda akan merasa berada di atap dunia! Sebagai tanah tertinggi didunia yang memiliki penduduk, Ladakh memegang daya tarik bagi banyak orang.Karena itu, Ladakh seperti dilupakan dalam waktu. Meski demikian Ladakh tetap berdiri kokoh laksanasebuah kerajaan independen yang telah ada selama sembilan abad. Daerah ini sangat kuat dipengaruhi oleh Tibet dan negeri muslim tetangga. Bahasa Ladakhi sangat terkait erat dengan Tibet. Dan, arsitektur Ladakh hampir identik dengan Tibet, baik bangunan perumahan dan biara-biara. Stupa-stupa terlihat sepertimencapai langit, dan biara-biara tergantung dari tebing ke tebing. Interior Ladakh dipenuhi dengan barang antik bernilai seni tinggi. Sungguh daerah dengan maha karya yang tiada duanya.
Pagi itu sinar pertama matahari menghantam pegunungan, dan para biarawan terlihat meniup sangkakala tembaga besar dari atap biara-biara. Di bawah biara, artikel ritual pun ditata, biarawan dengan jubah khas dan topeng terlihat bersiap-siap untuk menari di depan sebuah pertemuan. Selanjutnya suara music terdengar semakin keras, dupa dibawa keluar dan sekelompok biarawan dalam pakaian upacara keluar membentangkan gulungan yang dicat besar. Dari pagi hingga malam itu Ladakh hidup hanya dengan penerangan dari lampu-lampu obor di kuil dan bangunan-bangunan lainnyaItulah sebuah festival khas monastik di Ladakh yang sering terjadi.
Lembah Indus adalah jantung Ladakhi, dengan kepadatan penduduk tertinggi, dengan penduduk yang sebagian besar menjadi petani. Utara dari lembah Indus adalah rentang Ladakh, di sisi lain yang merupakan Shayok, dan lembah Nubra. Selatan Indus adalah rentang Stok, jelas terlihat dari Leh. Di sisi lain lembah adalah Markha, tujuan para pendaki dan sangat populer. Lebih jauh ke selatan-barat adalah serangkaian rentang kecil dan lembah-lembah tak berpenghuni menuju ke Zangskar, dan Kargyak yang dilalui sungai-sungai Stod yang bermuara di Padum, kemudian membentuk sungai Zangskar. Untuk sebelah timur dari rangkaian rentang adalah Changtang, rumah dataran tinggi untuk pengembara. Hal ini dikenal sebagai Kharnak di barat, Samad Rokchen di timur utara dan Korzok di timur selatan. Dengan tidak adanya drainase yang mengarah keluar dari daerah ini, ada sejumlah danau air garam yang indah yang membuat tujuan populer bagi wisatawan.
Ladakh adalah daerah pegunungan di Jammu dan Kashmir, barat laut India yang dikenal sebagaiTrans-Himalaya, (tanah di luar HimalayaTibet, Xinjiang dan Pakistan utara). Daerah itu sedikit lebih kecil dari Skotlandia, dan daerah tersebut mulai dihuni antara tahun 2700 masehi dan 4500 masehi. Dan orang-orang didaerah itu berasal campuran dari Buddha dan Islam. Budha adalah mayoritas di dekat perbatasantimur ke Cina dan Muslim mayoritas di utara dan baratWisatawan cenderung melihat lebih banyak Buddhissebagai mayoritas tempat wisata yang berada di timur dan terkait langsung dengan budaya Budha Tibet.
Secara etimologis, nama Ladakh sepertinya berasal dari kata-kata dalam bahasa Tibet “la-dags,” yang secara harfiah berarti “negeri jalur-jalur pegunungan.” Menjadi bagian dari negara bagian rawan konflik Jammu dan Kashmir di India utara, Ladakh terbentengi oleh pegunungan Himalaya . Penduduk pelopor di Ladakh kemungkinan besar berasal dari dua kelompok besar ras Arya: Bangsa Mon di India bagian utara, dan bangsa Dard dari Gilgit. Kelompok besar nomaden Mongolia yang berasal dari Tibet bergabung dengan bangsa Dard pada sekitar tahun 500 sebelum masehi. Provinsi ini mewarisi kebudayaan Tibet, walaupun ia secara politis merupakan wilayah India. Arsitektur, ilmu pengobatan, dan musiknya mencerminkan peninggalan Tibet. Agama utama yang dianut penduduknya berakar pula di negara itu: Buddha Mahayana, dengan Dalai Lama berlaku sebagai sang pemimpin spiritual. Selama berabad-abad, para rahib dari Ladakh menuntut ilmu di biara-biara Tibet. Melalui proses itu pula pertukaran gagasan dan barang dagangan berlangsung.
Di luar ikatan itu, Ladakh pernah menjadi kerajaan yang merdeka pada tahun 950 hingga 1834 ketika ia diinvasi oleh golongan Hindu dari dinasti Dogra. Ketika golongan itu menjadi penguasa Kashmir, Ladakh dan tetangga dekatnya Baltistan takluk pada Maharaja Jammu dan Kashmir. Kemudian, seusai pertikaian berdarah antara India dan Pakistan pada tahun 1947, wilayah Baltistan menjadi bagian teritori Pakistan sementara Ladakh terlontar ke area Jammu dan Kashmir. Suhu politik yang memanas antara India dan Pakistan, invasi Cina ke Tibet pada tahun 1950an, serta pendudukan Aksai Chin oleh negeri Tirai Bambu di sekitar 1962 semakin membuat Ladakh menjadi provinsi India yang memiliki zona-zona paling strategis. 

Altitude sickness
Untuk menggapai daerah itu, ada dua pilihan yang bisa diambil: Menumpang minibus atau menebus tiket pesawat. Keduanya punya kelebihan dan kekurangan yang patut dipertimbangkan. Jika anda memilih untuk melakukan penerbangan, jarak Delhi-Leh sepanjang 960 km dapat dicapai hanya dalam 1.5 jam. Namun, anda berisiko mengalami penyakit ketinggian (altitude sickness) karena Leh ada di ketinggian 3.524 m di atas permukaan laut. Ini sesuatu yang normal sebab biasanya kita, yang berasal dari dataran rendah, akan sulit bernafas di ketinggian tertentu. Namun, jika anda tak ingin melewatkan petualangan, cobalah jalur darat, yang bisa ditempuh melalui Srinagar, ibukota Jammu dan Kashmir, atau Manali, daerah peristirahatan beriklim sejuk di ketinggian 1.950 m di daerah Himachal Pradesh. Jarak dari Delhi ke Srinagar sekitar 876 km. Kereta, bis, atau pesawat bisa menjadi pilihan transportasi ke kota itu. Sesampainya di Srinagar, anda bisa menyewa kamar untuk semalam-dua pada hotel terapung (houseboat) yang mengambang tenang di Danau Dal sebelum meneruskan perjalanan ke Leh (450 km). Saya memilih jalan raya Manali – Leh sebagai alternatif jalur darat karena jarak Delhi ke Manali (585 km) lebih pendek dari Delhi – Srinagar. Selain itu, situasi politik di Kashmir sedang tidak menentu pertengahan Juli lalu, bulan ketika saya melakukan perjalanan. Cara termudah untuk sampai di Manali adalah dengan bis. Tapi kadang mereka yang memiliki kondisi fisik baik memilih menunggangi motor. Saya sedang waras. Dan ini bukan saat yang tepat untuk meniru-niru Ali Topan.
Ada tiga daerah di Manali yang biasanya disambangi para pelancong sebagai tempat bermalam: New Manali (dipadati oleh kelas menengah India), Old Manali (didominasi backpacker asal Israel), dan Vashisht (desa kecil yang memiliki sumber air panas). Saya memilih Old Manali karena ia tidak terlalu jauh lokasinya dari alun-alun kota. Beberapa penginapan berkualitas baik di sana juga berdekatan dengan kompleks rumah panggung tradisional Manali yang didiami penduduk asli. Satu keunikan yang bisa kita temukan di Manali adalah mariyuana. Kalau anda berjalan-jalan di setapak Old Manali yang bercabang, anda niscaya bisa menemukan mariyuana tumbuh liar. Ketika malam jatuh, kita dapat dengan mudah menyaksikan orang-orang setengah teler selepas menghisap mariyuana sedang berkelakar di beranda kedai kopi. Saya teringat sebuah larik lagu Bob Dylan: “Everybody must get stoned.”
Satu hal yang umum dialami oleh para pelancong pada satu atau dua hari pertama setelah kedatangan mereka di Leh adalah rasa pusing yang datang dan pergi, yang disebabkan oleh ketinggian (altitude sickness). Pada beberapa orang, pusing itu bisa berlangsung berhari-hari disertai mual dan insomnia. Jika sudah semakin parah, satu-satunya obat adalah pergi ke daerah yang lebih rendah. Induk semang saya bercerita banyak pelancong yang mesti terbang ke Delhi untuk kembali bugar. Oleh karenanya, tiada yang bisa dilakukan oleh para pelancong yang baru sampai kecuali berjalan-jalan kecil di sekitar Changspa hingga Kota Lama, yang jaraknya sekitar 500 meter, pada pagi dan sore hari selama 30 menit hingga satu jam untuk menyesuaikan diri. Di Kota Lama, para pelancong bisa mengunjungi Istana Ladakh yang telah berumur lebih dari 3 abad, pasar lama yang menjual pashmina berkualitas tinggi, serta Jamia Masjid, yang dibangun oleh penyebar agama Islam yang amat makruf pada masa kekaisaran Mughal, Mir Sayyid Ali Hamadani.  Pada hari yang baik, kita bahkan bisa jajan aprikot segar di jalanan utama pasar itu. Saya sempat membelinya dua hari berturut-turut. Harganya 100 Rs (sekitar Rp 19 ribu) per setengah kilo.
Tak ada salahnya pula dalam suasana adaptasi itu anda mengunjungi gompa atau biara, atau pesantren dalam tradisi Islam, yang berceceran di sekitar Leh seperti Thikse, Hemis, atau Phyang, untuk menyebut beberapa yang utama. Letak ketiga biara itu satu sama lainnya tidak berjauhan dan bisa dirangkum dalam perjalanan sesiangan. Untuk masuk ke dalam biara, anda mesti membayar tiket, yang hasilnya kelak akan dipergunakan untuk memakmurkan biara itu sendiri. Hanya saja, pada jam-jam tertentu, biara-biara itu akan tertutup untuk umum untuk menjaga kekhusukan peribadatan dan pendidikan. Om mani padme hum.
Akhirnya, ungkapan kekaguman akan pesona keindahan yang ditawarkan Ladakh tidak cuma melalui cerita atau ungkapan kata-kata semata. Sebab jawaban terbaik untuk Ladakh adalah datang, lihat danmenikmati pesona-pesona keindahan yang akan melahirkan decak kagum.

Recent Posts

comments powered by Disqus